RenunganHarian Katolik Kamis 7 Juli 2022 Hari Biasa Warna Liturgi Hijau. Bacaan Pertama Hos. 11:1b,3-4,8c-9, Mazmur Tanggapan Mzm. 80:2ac,3b,15-16,
Daftar Isi Warna-Warna Liturgi Katolik 1. Warna Putih 2. Warna Merah 3. Warna Hijau 4. Warna Ungu 5. Warna Hitam Apa Warna Liturgi Malam Paskah? Warna Liturgi Sabtu Suci Warna Liturgi Jumat Agung Warna Liturgi Kamis Putih Makassar - Warna liturgi merupakan elemen penting dalam ibadah Gereja Katolik. Lantas apa saja warna-warna liturgi yang ada di Gereja Katolik?Dilansir dari laman Iman Katolik, keanekaragaman warna liturgi katolik ini bermakna untuk mengungkapkan secara lahiriah ciri khas iman yang dirayakan. Selain itu, warna-warna ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan tahap-tahap perkembangan dalam kehidupan ini hendaknya disesuaikan dengan busana yang dikenakan pada acara atau moment ibadah tertentu. Warna-warna tersebut hendaknya digunakan menurut kebiasaan yang berlaku sejak dulu. Dikutip dari laman The Terra Sancta Museum, berikut penjelasan tentang warna-warna liturgi Katolik yang berlaku1. Warna PutihPutih adalah warna cahaya, kemurnian, kemuliaan, dan digunakan untuk semua perayaan yang terkait dengan Kristus, kecuali yang berkaitan dengan penderitaan-Nya terutama untuk Natal dan Paskah, untuk hari perayaan Santa Maria, para malaikat dan orang-orang kudus yang tidak menjadi martir, dan terakhir, untuk kelahiran Santo Yohanes Pembaptis. Putih juga merupakan warna yang digunakan untuk memberikan sakramen baptisan dan kesimpulannya, putih adalah warna penting dalam agama Kristen, yang melambangkan kemurnian, kemuliaan, kegembiraan, dan terkait dengan banyak perayaan dan sakramen. Putih digunakan untuk merayakan kehadiran Kristus dan para santo-santo, serta untuk melambangkan kelahiran Santo Yohanes Warna MerahMerah adalah simbol penting dalam agama Kristiani dan digunakan selama acara-acara penting dalam tahun liturgi. Sebagai warna api dan darah, merah merupakan simbol dari Kasih, Kebajikan, pengorbanan, dan digunakan selama Minggu Suci untuk Minggu Palma dan Jumat Agung, hari Pentakosta, pada perayaan Darah Suci, untuk hari perayaan para rasul dan santo martir, untuk hari perayaan yang terkait dengan relikui suci, dan terakhir, selama perayaan Injil dan Peninggian Salib Suci. Warna merah juga dapat digunakan untuk misa sakramen Konfirmasi, jika hari itu tidak bertepatan dengan hari perayaan Warna HijauWarna hijau terkait dengan alam dan pembaruan kehidupan. Warna ini melambangkan harapan dalam kebangkitan yang menjadi dasar iman hijau umum digunakan dalam ibadah-ibadah harian. Warna ini digunakan dua kali dalam kalender liturgi antara Baptisan Kristus hari Minggu pertama setelah Epifani, 6 Januari dan Rabu Abu menandai dimulainya masa Prapaskah, 47 hari sebelum Paskah, kemudian antara Pentakosta hari Minggu ketujuh setelah Paskah dan Advent empat minggu sebelum Natal.4. Warna UnguDigunakan pada masa Adven dan Prapaskah. Tapi dapat juga digunakan dalam ibadat harian dan misa warna ungu dinilai sebagai variasi dari warna hitam. Namun sejak Konsili Vatikan II, warna ini diakui sebagai warna liturgi melambangkan pertobatan dan masa persiapan menyambut kedatangan Warna HitamWarna hitam adalah warna berkabung, dan selama Abad Pertengahan digunakan untuk menandai masa-masa masa Konsili Trente, warna hitam digunakan pada hari Jumat Agung serta untuk Misa Requiem. Namun Sejak reformasi oleh Paus Paul VI, warna hitam digantikan dengan warna ungu dan memang sudah digunakan di banyak paroki.Selain warna-warna di atas, masih terdapat variasi warna-warna lain dalam liturgi Katolik. Seperti warna Pink, Emas/kuning dan Warna Liturgi Malam Paskah?Penggunaan warna liturgi ini dapat dijadikan pedoman untuk menyesuaikan dengan busana yang dikenakan pada saat ibadah gereja. Seperti misalnya banyak orang bertanya pakai baju warna apa saat Paskah?Berdasarkan pedoman warna liturgi Katolik di atas, warna yang identik dengan hari Paskah adalah warna putih. Warna ini melambangkan kesucian, karunia dan puncak kegembiraan akan kebangkitan Liturgi Sabtu SuciSabtu Suci adalah hari yang sangat penting dalam kalender liturgi Kristen, karena merupakan hari ketika umat Kristiani merenungkan kematian Kristus di kayu salib. Adapun Warna liturgi yang digunakan pada Sabtu Suci adalah merah melambangkan darah Kristus yang dicurahkan di kayu salib. Saat kita merenungkan kematian Kristus, warna merah mengingatkan kita tentang perjuangan dan pengorbanan Kristus yang sangat Liturgi Jumat AgungLantas, Baju Untuk Jumat Agung Warna Apa?Jumat Agung adalah hari ketika umat Kristiani merenungkan keheningan dan kematian Kristus di kayu salib. Warna liturgi yang digunakan pada Jumat Agung adalah merah pada Jumat Agung melambangkan pengorbanan Kristus di kayu salib dan mengingatkan kita akan darah yang dicurahkan-Nya untuk keselamatan demikian sebagian orang menggunakan warna hitam sebagai perlambang kesedihan. Namun mengutip dari laman warna hitam sudah tidak digunakan karena kematian bukan lagi dianggap sebagai kesedihan yang harus diratapi, melainkan perjalanan menuju kehidupan Liturgi Kamis PutihKamis putih adalah hari pertama dari Tri Hari Suci Paskah, yakni hari kamis sebelum Paskah. Hari ini diperingati sebagai malam perjamuan terakhir yang dilakukan Yesus bersama namanya, perayaan hari kamis putih menggunakan liturgi warna putih. Warna putih ini melambangkan kesucian dan itulah penjelasan tentang warna liturgi katolik besera arti dan penjelasannya. Semoga bermanfaat! Simak Video "Kapolrestabes Makassar Minta Maaf soal Mobil Patwal Tabrak Pemotor" [GambasVideo 20detik] edr/alk
Iamerasakan permukaan air laut makin naik dan akan menenggelamkannya. Pada saat yang kritis itulah tiba-tiba terdengar suara "Cinta! Mari cepat naik ke perahuku!" Cinta menoleh ke arah suara itu dan cepat-cepat naik ke perahu itu, tepat sebelum air laut menenggelamkannya. Di pulau terdekat, Cinta turun dan perahu itu langsung pergi lagi.
- Dalam tradisi Gereja Katolik, warna-warna liturgi merupakan salah satu bentuk lambang atau simbol yang kerap kali digunakan Perayaan Misa. Kita sebagai orang Katolik patut bersyukur karena liturgi kita penuh dengan variasi warna yang menarik. Kita sungguh diperkaya oleh bebagai makna warna liturgi yang membantu kita lebih memaknai hidup dan terlebih dekat dengan Tuhan yang kita imani. Warna-warna itu bukanlah hiasan belaka tetapi terkandung benih-benih makna yang luar biasa. Fungsi warna itu sendiri dalam liturgi Katolik adalah sebagai tanda peristiwa gerejawi. Warna-warna ini kerap kali kita temukan pada aksesoris pakaian liturgi imam, stola maupun taplak altar. Baca Juga Unik Banget! Ini 9 Logo Halal Resmi di Negara Asia Tenggara Tata warna yang digunakan didasarkan pada Paus Pius V tahun 1570 dan ditetapkan dalam Ordo Missae oleh Paus Pius VI pada tahun 1969. Lima warna dasar yang digunakan dalam tata warna liturgi, yaitu putih, merah, hijau, ungu dan hitam. Mungkin kita tidak tahu kenapa warna ungu, atau putih atau merah atau pink?. Berikut arti warna-warna liturgi dalam Gereja Katolik dikutip dari berbagai sumber 1. Arti warna liturgi putih atau kuning Warna putih dikaitkan dengan makna kehidupan baru, sebagaimana dalam liturgi baptisan si baptisan baru biasa mengenakan pakaian putih. Warna putih pada umumnya dipandang sebagai simbol kemurnian, ketidaksalahan, kesucian, terang yang tak terpadamkan dan kebenaran mutlak. Warna putih juga melambangkan kemurnian sempurna, kejayaan yang penuh kemenangan, dan kemuliaan abadi. 2. Arti warna liturgi merah Merah berarti cinta dan penderitaan. Warna ini biasa dipakai dalam perayaan peringatan para martir dan pada perayaan Hari Raya Pentakosta. Pada perayaan hari raya Pentakosta, biasanya para imam akan memakai pakaian merah yang dihiasi dengan moitif lidah api atau burung merpati yang merupakan simbol dari Roh Kudus.
Gerejaadalah "kudus", menyimbolkan Kristus kepalanya dan Roh Kudus yang berkarya dalam gereja memanggil umat hidup kudus ditengah-tengah dunia ini. Gereja adalah "Katolik", karena mewartakan seluruh Injil Kristus dan terbuka bagi segala bangsa dan kebudayaan. Sedangkan gereja sebagai "Apostolik", menuntut pewartaan dalam bahasa
MAUMERE - Mari simak Bacaan Injil Katolik Selasa 6 Juni 2023. Bacaan Injil Katolik Lengkap Renungan Harian Katolik Kalender Liturgi Katolik Peringatan Fakultatif Santo Norbertus, Uskup dan Pengaku Iman, Santo Filipus, Diakon dan Penginjil Warna Liturgi Hijau Baca juga Bacaan-bacaan Liturgi Hari Ini Senin 5 Juni 2023 Lengkap Injil Katolik Bacaan Pertama Tobit 210-23 Aku tidak tahu bahwa ada burung pipit di tembok tepat di atas diriku. Maka jatuhlah tahi hangat ke dalam mataku, lalu muncullah bintik-bintik putih. Aku pun lalu pergi kepada tabib untuk berobat. Tetapi semakin aku diolesnya dengan obat, semakin buta mataku karena bintik-bintik putih itu, sampai buta sama sekali. Empat tahun lamanya aku tidak dapat melihat. Semua saudaraku merasa sedih karena aku. Dua tahun lamanya aku dipelihara oleh Ahikar sampai ia pindah ke kota Elumais. Di masa itu isteriku Hana mulai memborong pekerjaan wanita. Pekerjaan itu pun diantarkannya kepada para pemesan dan ia diberi upahnya. Pada suatu hari, yaitu tanggal tujuh bulan Dustrus, diselesaikannya sepotong kain, lalu diantarkannya kepada pemesan. Seluruh upahnya dibayar, dan ditambah juga seekor anak kambing jantan untuk dimakan. Tetapi setibanya di rumahku anak kambing itu mengembik. Maka aku memanggil isteriku dan bertanya, āDari mana anak kambing itu? Apa itu bukan curian? Kembalikanlah kepada pemiliknya! Sebab kita tidak boleh makan barang curian!ā Sahut isteriku, āKambing itu diberikan kepadaku sebagai tambahan upah.ā Tetapi aku tidak percaya kepada isteriku. Maka kusuruh dia mengembalikan anak kambing itu kepada pemiliknya. Karena perkara itu, aku sangat malu karena isteriku. Tetapi dia membantah, katanya, āApa gunanya kebajikanmu? Apa faedahnya semua amalmu itu? Lihat saja apa gunanya bagimu!ā Demikianlah Sabda Tuhan. U. Syukur kepada Allah. Mazmur Tanggapan Mzm 112
SeputarLiturgi dan Perayaan Ekaristi Gereja Katolik Hari ini jam 04.06 Renungan Kamis, 28 Juli 2022 Hari Biasa Pekan XVII Bacaan I: Yer 18 :1-6 "Seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kalian di tangan-Ku."
Ā© Fr. Patris Arifin sx Pengantar Liturgi merupakan unsur sentral dalam gereja Katolik. Perlu ditegaskan bahwa Liturgi dalam Gereja Katolik setua Gereja itu sendiri. Itu artinya, untuk memahami dengan lebih menyeluruh bagaimana asal mula liturgi, perkembangannya dalam zaman, dan praktik yang masih kita lihat hari ini dalam Gereja, kita perlu sebentar melihat sejarah lahirnya Gereja. Hal itu akan menjadi bahasan awal dalam paper ini. Liturgi, yang menjadi kebaktian umum resmi seutuhnya integrum cultim publicum[1] dalam Gereja Katolik, memberi sutu kekhasan tersendiri bagi Gereja dalam menghadirkan wajah Allah di dunia. Dengan Liturgi, Gereja menegaskan bahwa Allah bekerja melalui tanda, masuk dalam keterbatasan manusia dan membiarkan diri-Nya dipahami. Dengan demikian, Liturgi merupakan penerjemahan teologi Kristiani tentang Inkarnasi, suatu langkan besar yang diambil Allah untuk memasuki sejarah manusia dan hidup di antara kita. Itulah mengapa liturgi merupakan sakramen/tanda. Liturgi di satu sisi sangat teologis/spiritual, tetapi serentak juga menyangkut hal praktis/material dalam tata peribadatan Gereja. Ketika masuk dalam gereja katolok misalnya, orang akan terpesona atau malah bertanya-tanya melihat banyaknya barangkali rumitnya cara orang Katolik berdoa. Kita ambil contoh perayaan Ekaristi yang memiliki tata liturgis yang padat mulai dari perarakan masuk dan nyanyian, salam pembuka, bacaan, liturgi ekaristi, lalu liturgi penutup. Hal tersebut belum termasuk tata gerak dan sebagainya. Jangankan orang di luar Gereja, kita sendiri bahkan kerap kali bingung berkaitan dengan hal-hal praktis ini. Tetapi apakah inti liturgi terletak di sana? Paper ini akan membahas bebrapa pokok penting selain yang telah diuraikan di atas, yaitu Pengertian Liturgi, Hubungan Liturgi dengan Sakramen, Tahun Liturgi, Busana, Bacaan, Alat Liturgi, Paraliturgi, dan Hubungan Paraliturgi dan Sakramentali. Liturgi Mengakar dalam Tradisi Mempelajari perkembangan kristianitas tidak bisa terlepas dari akar Yudaisme. Dengan mendalami dan memahami akar Yahudi dari Kristianitas, pembaca modern dapat mengenal dalam dan luasnya Kristianitas[2]. Sebagai komunitas yang berkembang dalam tradisi Yudaisme, Kristianitas banyak mewarisi nilai dan pandangan Yahudi[3]. Akan tetapi kesan bahwa Kristianitas ialah cangkokan Yudaisme disangkal dengan kenyataan bahwa orang Kristen adalah orang Yahudi yang memisahkan diri karena konsep keselamatan dan pemenuhan taurat yang berbeda. Itu artinya, tanda yang berupa barang atau tata gerak yang barangkali sama atau diwariskan dari tradisi Yahudi tetap saja dimaknai secara berlainan dalam Kristianitas. Maksudnya ialah bahwa nilai tradisi itu tidak ditempel begitu saja, melainkan dimaknai āsecara baru.ā Hari Sabath misalnya yang mengharamkan orang untuk banyak beraktivitas, justru dilihatnya Yesus sebagai hari pembebasan menyembuhkan orang sakit, Lukas 1310-17. Salah satu contoh ritus yang dipinjam dari tata peribadatan Yahudi ialah ibadat sabda. Ibadat sabda mencakup dua bacaan yang disisipi dengan mazmur tanggapan dan diakhiri dengan homili. Ibadat sabda masih bertahan dalam bagian pertama tata perayaan Ekaristi kita sampai saat ini. Selain Yahudi, sumber tradisi yang memperkaya perkembangan lturgi Gereja Katolik ialah corak budaya Yunani-Romawi. Pada abad-abad awal, Gereja berkontak langsung dengan budaya Yunani-Romawi terutama pasca Kaisar Septimus Severus yang berakhir dengan keluarnya Edikt milano[4] oleh Konstantinus dan Licinius berisi pengakuan pemerintah terhadap eksistensi Kristianitas di kekaisaran Roma. Di Roma, sebagaimana halnya di beberapa negara sekitar Laut Tengah, bahasa liturgi yang dipakai sekitar abad pertama ialah bahasa Yunani menggantikan bahasa Aram. Pengaruh kedua budaya besar ini juga tampak dalam terbentuknya perayaan inisiasi Kristen seperti pembaptisan, pengusiran setan dan pengurapan-pengurapan.[5] Dari kalangan Yunani pula muncul kebiasaan menyusun rumusan doa dalam kaidah pidato terutama kaidah simetri dan kaidah untuk mengakhiri kalimat secara ritmis. Istilah-istilah teknis dalam liturgi tak terhitung jumlahnya banyak berasal dari dunia Yunani, antara lain kata liturgi sendiri Liturgeia; demikian pula kata ekaristi, eulogi, prefasi, kanon, anamnesis, adven, eksorsisme, dll. Akhirnya, dari sumber Yunani pula muncul beberapa bentuk doa tertentu seperti litani para kudus, lalu rumusan seperti sepanjang segala masaā, sampai kekalā, Tuhan kasihanilah Kamiā, dll. Demikian nilai-nilai budaya diangkat menjadi suatu tata peribadatan Gereja. Pengertian Liturgi Arti Harafiah Untuk memahami arti liturgi, lazimnya orang memulai dengan membedah makna kata liturgi itu sendiri. Liturgi berasal dari kata Bahasa Yunani, yaitu Leiturgiaā yang terdiri dari kata ergonā =karya dan leitosā =bangsa.[6] Jadi secara harafiah, leiturgia berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Pengertian ini mendapat arti kultis sejak abad II masehi yang mengacu pada pelayanan ibadat. Arti itu terus berkembang hingga akhirnya dipersempit hanya untuk perayaan Ekaristi. Menurut KV II Konsili Vatikan ke II melihat liturgi sebagai āpelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus, di situ pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing, di situ pula dilaksanakan ibadat umum yang seutuhnya oleh tubuh mistik Kristus, yakni kepala beserta para anggotanya.ā SC 7. Jelas di sini bahwa liturgi berarti bukan semata-mata ibadat paling sempurna yang dipersembahkan manusia kepada Allah, melainkan terutama merupakan perayaan karya keselamatan Allah bagi manusia melalui tanda-tanda. Untuk lebih dalam memahami makna liturgi dalam dokumen KV II ini kita mesti membacanya dalam terang dokumen lain seperti Lumen Gentium LG. Dalam LG 1 dikatakan demikian āTerang para bangsalah Kristu itu. Maka konsili suci yang terhimpun dalam Roh Kudus ingin sekali menerangi semua orang dengan cahaya Kristus yang bersinar pada wajah Gereja dengan mewartakan injil kepada semua makhluk. Namun Gereja itu dalam Kristus bagaikan sakramen, yaitu tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.ā Perayaan dalam bentuk tanda ini menuntut iman akan misteri penyelamatan Allah. Poin penting yang kembali ditegaskan di sini ialah bahwa liturgi merupakan tanda kehadiran Allah dalam atau melalui Gereja. Liturgi ialah karya Allah, bukan ciptaan manusia. Arti Populer Secara populer, liturgi sering dipahami sebagai upacara atau ritual publik Gereja. Yang dimaksud di sini ialah bahwa liturgi sering kali hanya diartikan secara umum seperti mengenai tata upacara peribadatan, petugas liturgi, peralatan doa, dll. Pengertian populer ini memberi nuansa atau penekanan pada peran manusia dalam liturgi. Liturgi sesungguhnya merupakan sekaligus karya Allah dan manusia. Karya manusia di sini bukan tambahan pada karya Allah, melainkan partisipasi atau keikutambilbagianan kita manusia dalam karya keselamatan Allah. Karena itulah kemudian liturgi dimaknai sebagai karya Gereja yang adalah tubuh Kristus dengan Kristus sebagai Kepala. Hubungan Liturgi dengan Sakramen Seperti telah disinggung dalam bagian pengantar di atas, liturgi dalam arti terdalam merupakan sakramen atau tanda nyata dan kelihatan dari misteri keselamatan Allah. Sebagaimana Gereja meyakini bahwa misteri keselamatan Allah ditampakkan melalui peristiwa-peristiwa konkret di dalam dunia ini dan dan secara paling sempurna dan lengkap terungkap dalam diri Yesus Kristus, maka Gereja yang didirikan Kristus menjadi tanda nyata dan kelihatan dari karya keselamatan Allah tersebut. Dalam meneruskan tugas itu, Gereja di satu sisi menyadari bahwa manusia merupakan roh yang membadan, oleh karena itu ia juga merupakan makhluk simbolis. Untuk itu, karya keselamatan itu mesti dihadirkan dalam wujud yang kelihatan dan konkret yang kemudian kita kenal dan alami melalui ke-7 sakremen. Dari segi cakupan, liturgi memang bisa dikatakan lebih luas dari sakramen sebab liturgi mencakup seluruh bentuk kebaktian dalam Gereja yang tidak hanya terbatas pada ke tujuh sakramen, melainkan juga Ibadat Harian. Secara ringkas, liturgi terdiri dari sakramen lengkap dan dengan segala upacara yang menyertainya dan ibadat harian, sedangkan sakramen merupakan konkretisasi dari karya penyelamatan Allah Liturgi kepada manusia.[7] Tahun Liturgi, Busana, Bacaan, Alat Liturgi Tahun Liturgi Mungkin Anda bertanya, Apa itu Tahun Liturgi? Mengapa liturgi berulang setiap tahun? Secara umum, Gereja meyakini bahwa karya keselamatan Allah yang terungkap secara sempurna dalam diri Yesus itu terjadi dalam waktu historis. Oleh karena itu, meskipun karya penyelamatan itu terjadi sekali untuk selamanya, tetapi kita tetap harus mengenang kembali dan menghidupkan peritiwa itu sepanjang tahun dengan penuh rasa Syukur. Filsuf Denmark, Soren Kierkergaard, mengatakan āPilihannya hanyalah kita menghadirkan Yesus dalam Zaman kita atau kita tidak usah melakukan apa-apa sama sekali.ā Inti dari pengulangan ialah pembiasaan atau habitus/keutamaan. Pengulangan membentuk suatu kebiasaan. Dengan demikian tahun liturgi yang terus diulang membuat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah keselamatan meresap dalam seluruh waktu kita. Tahun Liturgi atau Tahun Gereja menerapkan misteri kehidupan Kristusāsejak penjelmaan sampai kedatangannya yang kedua dalam kemuliaanāke dalam kalender tahun biasa. [8] Tahun liturgi diawali dengan masa Adven penantian lalu berakhir pada perayaan Kristus Raja Semesta Alam yang sekaligus menutup rangkaian liturgi satu tahun untuk memulai lagi. Perhatikan gambar berikut! Puncak Tahun Liturgi adalah Misteri Paskah Tuhan yang dirayakan selama Trihari Paskah yang puncaknya pada Malam Paskah. Tahun Liturgi terbagi dalam 3 masa [Masa Khusus, Masa Biasa, Pesta atau peringatan orang kudus]. Masa Khusus terdiri dari lingkaran Natal [masa Adven dan masa Natal] dan lingkaran Paskah [masa Prapaskah dan masa Paskah]. Masa Biasa terdiri dari 34 pekan biasa yang puncaknya pada hari Minggu. Pesta peringatan orang kudus merupakan kebiasaan Gereja untuk menghormati orang-orang suci, dan untuk memuliakan dan menghormati Tuhan. Bacaan Liturgi Dalam Kalender Liturgi juga kita mengenal pembagian tahun untuk mengatur pembacaan injil pada hari minggu, yaitu tahun A Injil Matius, tahun B Injil Markus, dan tahun C Injil Lukas. Sedangkan untuk misa harian diatur dalam tahun ganjil/genap [tahun I / tahun II]. Warna Liturgi Gereja Katolik mempunyai pemahaman tersendiri akan warna. Setiap warna merefleksikan nilai dan makna rohani tertentu. Begitu juga kapan waktu pemakaian warna tersebut disesuaikan dengan masa-masa dan perayaan-perayaan atau pesta tertentu menurut penaggalan kalender liturgi. Warna yang dimaksud dalam liturgi adalah warna Stola selempang/selendang dan Kasula Mantol Lebar/Pakaian Paling Luar Imam yang dipakai oleh Imam, begitu juga dengan warna yang dikenakan Prodiakon, Lektor/Lektris dan Putra/Putri Altar, kain-kain altar, dll., disesuaikan dengan petunjuk kalender liturgi. Pemilihan warna liturgi amat dipengaruhi oleh penafsiran makna atas simbol warna sebagaimana dipahami suatu budaya dan masyarakat tertentu. Dalam liturgi, warna melambangkan 1. Sifat dasar misteri iman yang kita rayakan, 2. Menegaskan perjalanan hidup Kristiani sepanjang tahun liturgi Warna Hijau Warna hijau melambangkan warna yang terang, melegakan, manusiawi, menyegarkan. Warna hijau ini juga dikaitkan dengan musim semi yang didominasikan sebagai warna yang kontemplatif dan tenang. Warna liturgi hijau ini biasanya dipakai sepanjang masa biasa. Warna Merah Warna merah melambangkan api dan darah dan juga melambangkan penumpahan darah para martir gereja sebagai saksi-saksi iman sebagaimana Yesuspun rela berkorban hingga wafat di kayu salib dan mengeluarkan darah demi menebus dosa manusia. Warna merah dimaksudkan agar para uskup, imam, diakon harus rela menjadi martir dan berani bersaksi demi Yesus Kristus. Warna liturgi merah dikenakan pada saat perayaan mengenangkan sengara dan wafat Yesus Minggu Palma dan Jumat Agung, Hari Raya Pentakosta, Perayaan para pengarang Injil, Perayaan para martir, Perayaan Roh Kudus. Warna Putih dan Kuning Warna Putih/kuning menandakan hidup baru sebagimana dalam liturgi baptis para baptisan baru mengenakan pakaian putih dan diberi kain putih. Warna putih dipandang sebagai warna kesucian, ketidaksalahan, terang yang tak terpadamkan, kebenaran mutlak, kemurnian sempurna, kejayan yang penuh, kesempurnaan, kemenangan, kemuliaan abadi. Dalam liturgi gereja warna liturgi putih atau kuning bisa digunakan secara bersama-sama atau hanya digunakan salah satu putih atau kuning. Warna liturgi putih/kuning digunakan dalam perayaan Yesus Kristus kecuali Minggu Palma dan Jumat Agung, Perayaan Natal dan Paskah,sepanjang masa Natal dan Paskah,seputar Peringatan Santa Perawan Maria, seputar peringatan para kudus bukan para martir misalnya Hari Raya Semua Orang Kudus 1 November, Santo Yohanes Pembaptis 24 Juni, Santo Yohanes Penginjil 27 Desember, Takhta Santo Petrus Rasul 22 Februari, Bertobatnya Santo Paulus 25 Januari, dan semua saja yang termasuk pesta orang kudus bukan martir. Warna Merah Muda Warna merah muda melambangkan sukacita atau kebahagiaan. Biasanya warna liturgi ini digunakan pada Minggu Prapaskah IV Laetarete dan juga pada Minggu Adven III Gaudete yang artinya mengajak kita untuk mempersiapkan diri karena Masa Natal dan Paskah akan segera tiba. Apabila tidak tersedian warna liturgi merah muda pada kasula/dalmatik, maka warna ungu dapat menggantikan merah muda. Warna Ungu melambangkan pertobatan, kebijaksanaan, keseimbangan, mawas diri, sikap berhati-hati. Warna liturgu ungu biasnya digunakan pada saat ibadat tobat, masa prapaskah, masa adven, peringatan arawah, dan juga untuk liturgi disekitar kematian. Warna ungu dapat menjadi ganti dari warna hitam. Warna Hitam Warna Hitam merupakan warna yang paling jarang ditemukan dalam kasula/ Hitam ini melambangkan ketiadaan, kedukaan, kegelapan, pengorbanan, malam, kematian, kerajaan orang mati. Warna liturgi dapat digunakan pada liturgi saat kematian warna liturgi ini sifatnya fakultatif/tidak wajib.[9] Busana dan Alat Liturgi Dalam Gereja Katolik kita mengenal sebutan Religius dan awam atau imam dan pelayan imam. Sebutan ini memberi penekanan akan perbedaan model panggilan yang dihayati oleh umat Katolik dalam Gereja. kaum biarawan ialah mereka yang berkaul, maka juga religius, sedangkan kaum awam ialah sebutan untuk umat biasa yang tidak mengikrarkan kaul-kaul religius dan tetapi tetap ikut ambil bagian dalam pelayanan liturgi membantu imam. Perbedaan ini lebih merupakan perbedaan fungsi dan tugas, selebihnya kaum awam dan religius atau imam dan umat sama-sama merupakan anggota Gereja Kristus. Pembedaan ini juga nampak dalam busana liturgi. Berikut akan dijelaskan beberapa busana liturgi yang dikenakan imam. Amik Amik adalah kain putih segi empat dengan dua tali di dua ujungnya atau ada juga model modern lain yang tidak segi empat dan tanpa tali. Amik yang melingkari leher dan menutupi bahu dan pundak itu melambangkan pelindung pembawa selamat keutamaan harapan, untuk mengatasi serangan setan. Kain itu secara praktis juga berfungsi untuk menutupi kerah baju supaya tampak rapi, untuk menahan dingin, atau sekaligus untuk menyerap keringat agar busana liturgis pada zaman dulu yang biasanya amat indah dan mahal tidak mengalami kerusakan. Alba Pakaian putih Latin alba = putih panjang; simbol kesucian dan kemurnian yang seharus-nya menaungi jiwa diakon/ imam yang me-rayakan liturgi, khususnya Pe-rayaan Ekaristi. Alba dengan warna putihnya itu sendiri secara simbolis mengingatkan kita akan komitmen baptis dan kebangkitan. Sebenarnya alba juga boleh dipakai untuk pelayan altar lainnya, bahkanāmeski tidak lazimāuntuk lektor dan pemazmur. Single Tali pengikat alba pada pinggang ini merupakan simbol nilai kemurnian hati chastity dan pengekangan diri. Biasanya berwarna putih atau sesuai dengan warna masa liturginya. Biasanya singel dipakai jika model alba membutuhkan-nya atau jika dipakai stola dalam PUMR 336. Jubah Jubah merupakan pakaian standar liturgi. Sudah amat lazim bahwa lektorājuga beberapa petugas liturgis lainnya, seperti pemazmur dan pembagi komuni, bahkan kelompok paduan suaraāmengenakan jubah atau busana semacamnya. Tidak ada aturan khusus untuk itu. Superpli Superpli merupakan pengganti alba, potongannya tidak sepanjang alba. Ber-warna putih. Superpli tidak sampai mata kaki, cukup sebatas lutut dengan perge-langan tangan yang cukup lebar. Tidak boleh sembarangan memakai superpli. Alba dapat diganti superpli, kecuali kalau dipakai kasula atau dalmatik, atau kalau stola menggan-tikan kasula atau dalmatik PUMR 336. Stola Stola adalah semacam selendang panjang; simbol bahwa yang mengenakannya sedang melaksanakan tugas resmi Gereja, terutama menyangkut tugas pengudusan imamat. Stola melambang-kan otoritas atau ke- wenangan dalam pelayanan sakra-mental dan berkhot-bah. Secara khusus, sesuai dengan doa ketika mengenakan-nya, stola dimaknai sebagai simbol kekekalan. Kasula Kasula, disebut juga planeta, adalah pakaian luar yang dikenakan di atas alba dan stola. Kasula merupakan busana khas imam, khususnya selebran dan konselebran utama, yang dipakai untuk memimpin Perayaan Ekaristi. Kasula melambangkan keutamaan cinta kasih dan ketulusan untuk melaksanakan tugas yang penuh pengorbanan diri bagi Tuhan. Dalmatik Dalmatik dikenakan setelah stola diakon. Ini adalah busana resmi diakon tatkala bertugas melayani dalam Misa/Perayaan Ekaristi, khususnya yang bersifat agung/meriah. Busana ini melambang-kan sukacita dan kebaha-giaan yang merupakan buah-buah dari pengab-diannya kepada Allah. Velum Velum adalah semacam kain putih/kuning/emas lebar yang dipakai pada punggung ketika membawa Sakramen Mahakudus dalam prosesi ingat saat pemindahan Sakramen Mahakudus pada bagian akhir Misa Pengenangan Perjamuan Tuhan, Kamis Putih malam! dan memberi berkat dengan Sakramen Mahakudus. Pluviale/Korkap semacam mantel panjang Latin pluvia = hujan yang digunakan di luar Perayaan Ekaristi dan dalam perarakan liturgis, atau perayaan liturgis lain yang rubriknya menuntut digunakan busana itu misalnya untuk liturgi pemberkatan. Beberapa tambahan Kahusus untuk busana Uskup Pada umumnya, Uskup memiliki beberapa pakaian atau busana liturgi standar orang tertahbis seperti yang dimiliki imam, misalnya alba, stola, kasula, dll. Akan tetapi di samping itu ada beberapa perlengkapan yang dikenakan khusus oleh orang yang telah menerima tahbisan uskup. Perlengkapan itu antara lain jubah ungu setakat mata kaki; sabuk sutera ungu; rochet dari linen atau bahan sejenis warna putih; mozeta mantol kecil yang menutup pundak, dengan kancing di bagian depan ungu; salib pektoral salib dada dengan tali anyaman warna hijau-emas bukan dengan rantai; pileola topi kecil yang juga dikenal dengan nama solideo ungu; bireta topi segi empat dengan pom ungu; dan stocking/kaos kaki ungu. Selain pakaian, ada juga perlengkapan lain seperti tongkat. Uskup memiliki tongkat penggembalaan yang melambangkan dirinya sebagai gembala umat sebagaimana Yesus sendiri. Selain pakaian, kita juga mengenal yang namanya peralatan Liturgi. Dalam gereja Katolik, peralatan Liturgi sangat banyak jumlahnya. Paling sederhana yang perlu kita ketahui ialah peralatan liturgi yang digunakan imam dalam perayaan Ekaristi. Peralatan itu antara lain Ampul, dua bejana yang dibuat dari kaca atau logam, bentuknya seperti buyung kecil dengan tutup di atasnya sebagai tempat penyimpanan air dan anggur. Korporal, berasal dari bahasa Latin ācorporaleā, adalah sehelai kain lenan putih berbentuk bujursangkar dengan gambar salib kecil di tengahnya. Dalam perayaan Ekaristi, imam membentangkan korporale di atas altar sebagai alas untuk bejana-bejana suci roti dan anggur. Lavabo, berasal dari bahasa Latin ālavareā yang berarti āmembasuhā, adalah bejana berbentuk seperti buyung kecil, atau dapat juga berupa mangkuk, tempat menampung air bersih yang dipergunakan imam untuk membasuh tangan sesudah persiapan persembahan. Navikula disebut juga Wadah Dupa adalah bejana tempat menyimpan serbuk dupa yang akan dipakai di turibulum. Dalam penggunaannya, navikula tidak pernah terpisah dari turibulum. Palla berasal dari bahasa Latin āpalla corporalisā yang berarti ākain untuk Tubuh Tuhanā, adalah kain lenan putih yang diperkeras, sehingga menjadi kaku seperti papan, bentuknya bujursangkar, dipergunakan untuk menutupi piala. Palla melambangkan batu makam yang digulingkan para prajuritRomawi untuk menutup pintu masuk ke makam Yesus. Patena, berasal dari bahasa Latin āpatenaā yang berarti āpiringā, adalah piring di mana hosti diletakkan. Patena, yang sekarang berbentuk bundar, datar, dan dirancang untuk roti pemimpin Perayaan Ekaristi, aslinya sungguh sebuah piring. Piala, dalam bahasa Latin disebut ācalixā yang berarti ācawanā, adalah bejana yang tersuci di antara segala bejana. Piala adalah cawan yang menjadi wadah anggur untuk dikonsekrasikan. Piksis berasal dari bahasa Latin āpyxā yang berarti ākotakā, adalah sebuah wadah kecil berbentuk bundar dengan engsel penutup, serupa wadah jam kuno. Piksis biasanya dibuat dari emas. Piksis dipergunakan untuk menyimpan hosti yang sudah dikonsekrasi. Purifikatorium adalah kain yang terbuat dari linen, yang digunakan untuk menyeka bibir piala, untuk pembersihan nampan, untuk mengeringkan cawan dan untuk mengeringkan tangan para imam atau daikon. Sibori berasal dari bahasa Latin κιβĻĻιον kibÅrion yang berarti āpiala dari logamā, adalah bejana serupa piala, tetapi dengan tutup di atasnya. Sibori adalah wadah untuk hosti yang akan dibagikan saat komuni. Turibulum atau disebut juga Pedupaan atau wiruk adalah sebuah alat untuk mendupai yang terbuat dari logam dan di gantung dengan rantai. Paraliturgi, dan Hubungan Paraliturgi dan Sakramentali. Pembahasan berikutnya ialah mengenai Paraliturgi dan hubungannya dengan Sakramentali. Pertanyaannya tentu saja apa itu paraliturgi? Apa hubungannya dengan sakramentali? Untuk memahami kedua bagian ini, kita akan terbantu dengan pembahasan sebelumnya mengenai sakramen dan liturgi. Menurut kamus Liturgi, paraliturgi berarti kegiatan rohani kaum beriman yang tidak terdapat dalam buku-buku liturgi resmi, dan tidak mengikuti pola dasar liturgi. Contoh paraliturgi misalnya *jam suci. Dalam kegiatan paraliturgi ini, aneka kegiatan rohani bisa dilakukan umat seperti melambungkan pujian, nyanyian dan juga khotbah. Dapat juga dikatakan bahwa paraliturgi berarti perayaan yang menjelaskan makna suatu misteri dengan menggunakan unsur-unsur liturgi, tetapi dengan tujuan yang lebih bersifat katekese dari pada ibadat.[10] Tidak jauh berbeda dengan itu, Sakramentali memiliki arti yang mirip dengan paraliturgi. Sakramentali berarti tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen. Sakramentali juga menandakan karunia-karunia, khususnya yang bersifat rohani, yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja SC 60. Sakramen berbeda dengan sakramentali. Sakramen menyangkut Gereja secara keseluruhan, sedangkan sakramentali selalu bersifat khusus, merupakan perwujudan doa gereja bagi orang tertentu. Contoh sialah upacara pengusiran setan, pemberkatan patung, air baptis, dll.[11] Pertanyaan selanjutnya ialah apa hubungan paraliturgi dengan sakramentali? Kedua hal ini saling berkaitan, bahwa paraliturgi dan sakramentali sama-sama merupakan perayaan bersifat khusus, dan situasional yang tidak memiliki arti dalam dirinya sendiri lepas dari perwujudan sikap doa Gereja. Penutup Demikian pembahasan cukup sederhana mengenai beberapa pokok pelajaran. Beberapa hal yang dijelaskan di sini hanya merpakan bagian kecil dari pembicaraan besar dan luas mengenai liturgi. Akan tetapi, tentu saja bukan pada tempatnya membahas seluruh dokumen Gereja yang berkaitan dengan liturgi di sini. Karena itu, sebagai pemahama atau pembekalan dasar, apa yang Anda dalami melalui paper ini cukup memadai. [1] Jacobus Tarigan, Memahami Liturgi, Jakarta Cahaya Pineleng, 2011, 3 [2]The Story of Christianity p. 13 [3] Chadwick, Henry, The Early Church āThe early Christians, Shared with the Jews the conviction that religionā included the interpretation of the whole of life ⦠like the Jews, the early Christian kept certain days for fasting.ā [4] Eddy Kristianto, Gagasan yang Menjadi Peristiwa, Yogyakarta Kanisius, 2002, 49-56. [5] Theodor Klauser, Sejarah Singkat Liturgi Barat, Yogyakarta; Kanisius, 1991, 15 [6] Tarigan, Memahami Liturgi, 2 [7] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik, Yogyakarta Kanisius, 1996, 396 [8] Lani, dkk., Ed, Youcat, Yogyakarta Kanisius, 2012, 186 [9] [10] Ernest Mariyanto, Kamus Liturgi, Yogyakarta Kanisius, 2004, 151 [11] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik, 444
KalenderLiturgi Katolik Bulan Agustus 2021 - Tahun liturgi adalah perayaan Karya Penyelamatan kita dalam Kristus dalam kurun waktu satu tahun.. Tahun liturgi terdiri dari dua lingkaran kehidupan Yesus, yaitu : lingkaran kelahiran (4 minggu masa Adven dan 2 minggu masa Natal) lingkaran kebangkitan (6 minggu masa Prapaskah dan 7 minggu Masa Paskah) serta 32 atau 33 hari Minggu yang merupakan
Warna Liturgi dalam Gereja Katolik memiliki makna dan arti yang berbeda-beda. Gereja Katolik sudah menetapkan warna liturgis di dalam ekaristi. Untuk mengetahui warna liturgis setiap hari atau minggunya dapat melihat panduan dalam kalender liturgi gereja. Warna yang sudah ada dan ditetapkan gereja dalam kalender litugi tidak untuk diperdebatkan atau diubah sendiri. Hal ini dikarenakan makna dari warna litugis memiliki arti yang berbeda. Warna liturgi dalam Gereja Katolik ada beberapa warna, yaitu putih atau kuning, merah, merah muda atau pink, hijau, ungu, bahkan hitam. Warna liturgi biasanya terdapat pada pakaian liturgi para petugas liturgi termasuk Imam dan juga terdapat pada kain yang digunakan untuk menutupi meja-meja pada altar maupun panti imam. Berikut adalah makna dan arti warna liturgi dalam perayaan Gereja Katolik. Warna Putih atau Kuning Warna putih atau kuning melambangkan tentang warna kesucian, kemulian, kesempurnaan, kemurnian, kemenangan. Warna ini bisa dipakai pada waktu Natal, Paskah, Kamis putih, dan Hari Raya Orang Kudus atau Hari Raya Khusus yang diperingati oleh gereja. Warna Merah Warna merah melambangkan pengorbanan dan keberanian. Biasanya warna ini dahulu dipakai oleh para martir. Warna ini biasa dipakai pada waktu Hari Raya Jumat Agung, Minggu Palma. Warna Merah Muda atau Pink Warna ini melambangkan suka cita atau kegembiraan dan cinta kasih. Biasanya digunakan pada waktu Minggu Adven ketiga minggu gaudete dan Minggu Prapaskah IV. Warna Hijau Warna hijau melambangkan kesuburan dan kehidupan. Warna liturgi ini dipakai pada hari minggu biasa. Warna Ungu Warna ungu melambangkan tentang pertobatan. Warna ungu biasa dipakai pada masa prapaskah atau juga masa adven. Selain itu juga dapat dipakai pada waktu misa arwah misa requiem ketika ada umat yang meninggal. Warna Hitam Dahulu warna ini pernah digunakan untuk misa kematian. Karena dianggap bahwa kematian adalah hal yang gelap. Tetapi sekarang warna ini sudah tidak digunakan lagi oleh gereja dan diganti dengan warna ungu. Dalam perayaan liturgi, warna sudah diatur dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tidaklah baik jika warna perayaan liturgi gereja kita ganti sesuka hati. Karena gereja sudah menetapkan warna yang digunakan liturgi sesuai dengan maknanya. Baca juga Makna Korona Adven Dapatkan update berita pilihan dan terbaru setiap hari dari Mari bergabung di Grup dan Chanel Telegram āJAGO KOMSOSā, caranya klik link kemudian join. Anda harus menginstall aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
PORTALPURWOKERTO - Gereja Katolik menggunakan beragam warna dalam perayaan liturginya dan warna liturgi Minggu Palma adalah merah. Warna merah tidak hanya digunakan sebagai warna liturgi Minggu Palma, namun juga digunakan pada hari Jumat Agung, Pentakosta, serta Pesta Para Rasul dan Martir. Selain warna merah sebagai warna liturgi Minggu Palma
Ilustrasi Warna busana liturgi IstDUA hari terakhir ini telah berseliweran sebuah postingan bertajuk Memahami Warna Liturgi Khusus Pekan Suci, baik di media Whatsapp maupun di Facebook. Nampaknya postingan tersebut telah menimbulkan banyak keresahan dan pertanyaan dari umat. Beberapa pertanyaan yang ditanyakan pada saya menanggapi postingan tersebut, antara lainApakah memang pada hari Jumat Agung tidak boleh mengenakan pakaian berwarna hitam?Apakah pakaian umat juga harus sesuai dengan warna liturgi perayaan yang dilaksanakan?Saya ingin mengomentari terlebih dahulu mengenai informasi tersebut. Lalu, saya ingin menjelaskan sedikit mengenai bagaimana ajaran Gereja Katolik, khususnya aturan Tatacara Liturgi mengenai warna liturgi. Mengkritisi konten postingan Dua hal mengenai postingan tersebut telah membuat adalah postingan itu tidak mencantumkan sumber dan penulis yang jelas. Saya menerima postingan mengenai tersebut pertamakali di salah satu grup WA. Di sana tidak ada nama penulis yang membuat beritaā ada kesan memaksakan suatu aturan dalam liturgi. Dari judul postingannya, kita bisa melihat bahwa intisari postingan itu adalah ajakan untuk āMemahami Warna Liturgi Khusus Pekan Suciā.Kemudian dari beberapa kalimat yang di-tebal-kan, dijelaskan mengenai makna dan warna liturgi dari Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, dan pandangan saya, rasanya isi dari penjelasannya juga cukup baik. Namun mulai menjadi agak rancu, ketika membaca beberapa bagian dari penjelasan mengenai Jumat Agung. Hoax Warna Pakaian Saat Perayaan Tri Hari Suci, Ini Tanggapan Ketua Komisi Liturgi KAJ Di sana ada penekanan khusus Jumat Agung warna liturgi merah, bukan hitam. Penjelasan mengenai sejarah warna liturgi dan perubahannya saya kira tidak ada masalah. Termasuk juga aspek teologis dari perayaan Jumat Agung yang dipaparkan. Saya mulai tertegun ketika membaca kalimat kesimpulan yang berbunyiāKarena itu Jumat Agung, umat tidak diperkenankan lagi memakai baju warna hitam. Kalau punya merah atau putih. Bila tidak punya ya sepunyanya. Ingat, Jumat Agung bukan Jumat kesedihan tapi Jumat Kemenanganā. Mungkin di sinilah yang menimbulkan kegelisahan dari beberapa umat yang menanyakan pada saya. Dengan kata-kata āumat tidak diperkenankan lagi memakai baju warna hitamā, hal ini bisa membingungkan. Bahkan juga menimbulkan soal. Kok sedemikian ketat ya? Warna liturgi dalam PUMR Menurut Pedoman Umum Misale Romawi, khususnya pada nomor 335-347, di sana disebutkan beberapa warna liturgi beserta penjelasannya. Umumnya kita mengenal tiga warna liturgi yang biasa dipakai putih, hijau, ungu. Ketiga warna liturgi itu dipakai sesuai dengan masa liturgi dan juga perayaan-perayaan liturgi yang berlangsung. Masih ada warna lainKuning biasanya disamakan dengan warna putih,Jingga yang dipakai pada Masa Adven III Minggu Gaudete dan Prapaskah IV Minggu Laetare ā namun juga tidak semua paroki sudah tidak banyak dipakai.Beragamnya warna liturgi ini dimaksudkan untuk membantu umat dalam penghayatan liturgi yang dirayakan. Berikut saya kutipkan penjelasan lengkap mengenai makna warna-warna liturgi tersebut dari Dokumen PUMR no 346 Warna-warna busana liturgis hendaknya digunakan menurut kebiasaan yang sampai sekarang berlaku, yaitu Warna putih digunakan dalam Ibadat Harian dan misa pada Masa Paskah dan Natal, pada perayaan-perayaan Tuhan Yesus kecuali peringatan sengsara-Nya, begitu pula pada Pesta Santa Perawan Maria, para malaikat, para kudus yang bukan martir, pada Hari Raya Semua Orang Kudus 1 November dan kelahiran Santo Yohanes Pembaptis 24 Juni, pada Pesta Santo Yohanes Pengarang Injil 27 Desember, Pesta Tahta Santo Petrus Rasul 22 Februari dan Pesta Bertobatnya Santo Paulus Rasul 25 Januari.Warna merah digunakan pada hari Minggu Palma memperingati Sengsara Tuhan dan pada hari Jumat Agung; pada hari Minggu Pentakosta, dalam perayaan-perayaan Sengsara Tuhan, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan pada perayaan-perayaan para hijau digunakan dalam Ibadat Harian dan misa selama Masa Biasa sepanjang ungu digunakan dalam Masa Adven dan Prapaskah. Tetapi dapat juga digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa hitam dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, dalam Misa jingga dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, pada hari Minggu Gaudete Minggu Adven III dan hari Minggu Laetare Minggu Prapaskah IV.Konferensi Uskup dapat menentukan perubahan-perubahan yang lebih serasi dengan keperluan dan kekhasan bangsa setempat. Penyerasian-penyerasian itu hendaknya diberitahukan kepada Tahhta Apostolik. Yang wajib memakai busana liturgi sesuai warna liturgi Dalam tulisan postingan yang beredar di jalur medsos ada satu kesimpulan yang menurut saya kurang pada tempatnya. Pernyataan itu seolah-olah mewajibkan umat untuk menyesuaikan pakaian mereka dengan warna liturgi yang ditentukan oleh Gereja. Sebagai pedoman, mari kita lihat siapa yang wajib mengenakan busana liturgi yang sesuai dengan warna liturgi itu. PUMR 335 menyebut demikian āGereja adalah Tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Dalam Perayaan Ekaristi tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan perayaan liturgis. Seyogyanya busana liturgis untuk imam, diakon, dan para pelayan awam diberkati.ā Saya sengaja menebalkan kalimat terakhir untuk memperlihatkan bahwa hanya āimam, diakon, dan para pelayan awam diberkatiā-lah yang diwajibkan memakai busana liturgi yang sesuai. Demikian juga para petugas liturgi lainnya, biasanya akan menyesuaikan dengan warna liturgi yang sesuai dengan perayaan. Tiga alasan abaikan postingan hoax tentang warna liturgi Sampai di sini, saya ingin mengajak umat sekalian untuk tidak menghiraukan alias mengabaikan imbauan tersebut karena tiga alasan A. Postingan tersebut bukan berasal dari otoritas resmi Gereja entah itu Komisi Liturgi Keuskupan atau otoritas Gereja lainnya. Biasanya suatu kebijakan atau aturan yang dikeluarkan secara resmi oleh Gereja akan menyertakan tandatangan atau setidaknya lembaga yang mengeluarkan peraturan. Dalam hal ini, sebagaimana telah saya paparkan sebelumnya, postingan yang beredar di medsos sama sekali tidak mencantumkan nama penulis yang jelas. Maka bisa dipastikan hal itu bukanlah dari lembaga resmi Gereja. B. Isi dari postingan tersebut menimbulkan keresahan dan terkesan memaksa. Tentu hal ini bukanlah sifat dari peraturan resmi yang biasanya diberikan oleh Gereja. Sejak Konsili Vatikan II, Gereja banyak mengadakan pembaruan liturgi, antara lain dalam hal bahasa. Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja mewajibkan supaya perayaan liturgi, khususnya Ekaristi dilaksanakan dalam bahasa Latin. Namun kemudian terjadi perubahan besar dalam Gereja yang memungkinkan penggunaan bahasa setempat dalam perayaan liturgi. Tujuannya tidak lain adalah supaya buah-buah dari perayaan liturgi semakin besar dirasakan oleh umat. Sebab itu, melihat sifat dari kebijaksanaan Gereja yang selama ini kita alami, di mana Gereja ingin agar buah rohani dari liturgi itu semakin dirasakan umat, maka larangan memakai pakaian hitam saat Jumat Agungā itu sangat jauh dari sifat Gereja. C. Aturan warna busana liturgi hanya ditujukan untuk imam, diakon dan petugas liturgi. Umat tidak diwajibkan. Gereja mengharapkan agar kita memakai pakaian yang layak dan pantas saat mengikuti perayaan liturgi. Dan dalam hal ini, seorang teman dalam diskusi di grup Whatsapp mengenai postingan tersebut di atas berkelakar demikian āBoleh kenakan pakaian warna apa saja, asal jangan telanjang.ā Artinya, ketika pergi ke gereja, apa pun warna pakaiannya, pakailah pakaian yang rapi, sopan, dan pantas. Bandingkan ketika kita mau pergi menghadiri suatu pesta, kita sibuk memilih pakaian yang pantas, rapi dan sopan; apa pun warna pakaian itu. Bukankah kita semestinya juga demikian ketika hendak menghadiri perayaan liturgi? Jangan ragu untuk datang merayakan perayaan liturgi, hanya karena tidak mempunyai warna pakaian yang sesuai dengan warna liturgi. Lebih baik menyiapkan hati kita agar buah-buah dari perayaan liturgi semakin besar kita rasakan. Selamat memasuki Tri Hari Suci. Selamat menyongsong Paskah dengan penuh sukacita. Berkah Dalem. Imam Kongregasi Hati Kudus Yesus SCJ dan pernah berkarya di Komisi Komsos Keuskupan Palembang; kini dalam persiapan studi khusus dan tinggal di Skolastikat SCJ Sesawi
RenunganHarian Katolik Jumat 20 Mei 2022 Pekan Paskah Ke V Warna Liturgi Putih. Renungan Katolik Jumat 20 Mei 2022 Baca Selengkapnya. Kategori Renungan Harian Katolik Tag Bacaan Injil Hari ini, Bacaan dan Renungan Harian Katolik Selasa 2 Agustus 2022; Bacaan dan Renungan Harian Katolik Senin 1 Agustus 2022;
Ilustrasi Warna busana liturgi Ist DUA hari terakhir ini telah berseliweran sebuah postingan bertajuk Memahami Warna Liturgi Khusus Pekan Suci, baik di media Whatsapp maupun di Facebook. Nampaknya postingan tersebut telah menimbulkan banyak keresahan dan pertanyaan dari umat. Beberapa pertanyaan yang ditanyakan pada saya menanggapi postingan tersebut, antara lain Apakah memang pada hari Jumat Agung tidak boleh mengenakan pakaian berwarna hitam? Apakah pakaian umat juga harus sesuai dengan warna liturgi perayaan yang dilaksanakan? Saya ingin mengomentari terlebih dahulu mengenai informasi tersebut. Lalu, saya ingin menjelaskan sedikit mengenai bagaimana ajaran Gereja Katolik, khususnya aturan Tatacara Liturgi mengenai warna liturgi. Mengkritisi konten postingan Dua hal mengenai postingan tersebut telah membuat rancu. Pertama adalah postingan itu tidak mencantumkan sumber dan penulis yang jelas. Saya menerima postingan mengenai tersebut pertamakali di salah satu grup WA. Di sana tidak ada nama penulis yang membuat beritaā tersebut. Kedua, ada kesan memaksakan suatu aturan dalam liturgi. Dari judul postingannya, kita bisa melihat bahwa intisari postingan itu adalah ajakan untuk āMemahami Warna Liturgi Khusus Pekan Suciā. Kemudian dari beberapa kalimat yang di-tebal-kan, dijelaskan mengenai makna dan warna liturgi dari Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, dan Paskah. Dalam pandangan saya, rasanya isi dari penjelasannya juga cukup baik. Namun mulai menjadi agak rancu, ketika membaca beberapa bagian dari penjelasan mengenai Jumat Agung. Hoax Warna Pakaian Saat Perayaan Tri Hari Suci, Ini Tanggapan Ketua Komisi Liturgi KAJ Di sana ada penekanan khusus Jumat Agung warna liturgi merah, bukan hitam. Penjelasan mengenai sejarah warna liturgi dan perubahannya saya kira tidak ada masalah. Termasuk juga aspek teologis dari perayaan Jumat Agung yang dipaparkan. Saya mulai tertegun ketika membaca kalimat kesimpulan yang berbunyi āKarena itu Jumat Agung, umat tidak diperkenankan lagi memakai baju warna hitam. Kalau punya merah atau putih. Bila tidak punya ya sepunyanya. Ingat, Jumat Agung bukan Jumat kesedihan tapi Jumat Kemenanganā. Mungkin di sinilah yang menimbulkan kegelisahan dari beberapa umat yang menanyakan pada saya. Dengan kata-kata āumat tidak diperkenankan lagi memakai baju warna hitamā, hal ini bisa membingungkan. Bahkan juga menimbulkan soal. Kok sedemikian ketat ya? Warna liturgi dalam PUMR Menurut Pedoman Umum Misale Romawi, khususnya pada nomor 335-347, di sana disebutkan beberapa warna liturgi beserta penjelasannya. Umumnya kita mengenal tiga warna liturgi yang biasa dipakai putih, hijau, ungu. Ketiga warna liturgi itu dipakai sesuai dengan masa liturgi dan juga perayaan-perayaan liturgi yang berlangsung. Masih ada warna lain Kuning biasanya disamakan dengan warna putih, Jingga yang dipakai pada Masa Adven III Minggu Gaudete dan Prapaskah IV Minggu Laetare ā namun juga tidak semua paroki mempunyainya. Hitam sudah tidak banyak dipakai. Beragamnya warna liturgi ini dimaksudkan untuk membantu umat dalam penghayatan liturgi yang dirayakan. Berikut saya kutipkan penjelasan lengkap mengenai makna warna-warna liturgi tersebut dari Dokumen PUMR no 346 Warna-warna busana liturgis hendaknya digunakan menurut kebiasaan yang sampai sekarang berlaku, yaitu Warna putih digunakan dalam Ibadat Harian dan misa pada Masa Paskah dan Natal, pada perayaan-perayaan Tuhan Yesus kecuali peringatan sengsara-Nya, begitu pula pada Pesta Santa Perawan Maria, para malaikat, para kudus yang bukan martir, pada Hari Raya Semua Orang Kudus 1 November dan kelahiran Santo Yohanes Pembaptis 24 Juni, pada Pesta Santo Yohanes Pengarang Injil 27 Desember, Pesta Tahta Santo Petrus Rasul 22 Februari dan Pesta Bertobatnya Santo Paulus Rasul 25 Januari. Warna merah digunakan pada hari Minggu Palma memperingati Sengsara Tuhan dan pada hari Jumat Agung; pada hari Minggu Pentakosta, dalam perayaan-perayaan Sengsara Tuhan, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan pada perayaan-perayaan para martir. Warna hijau digunakan dalam Ibadat Harian dan misa selama Masa Biasa sepanjang tahun. Warna ungu digunakan dalam Masa Adven dan Prapaskah. Tetapi dapat juga digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa arwah. Warna hitam dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, dalam Misa Arwah. Warna jingga dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, pada hari Minggu Gaudete Minggu Adven III dan hari Minggu Laetare Minggu Prapaskah IV. Konferensi Uskup dapat menentukan perubahan-perubahan yang lebih serasi dengan keperluan dan kekhasan bangsa setempat. Penyerasian-penyerasian itu hendaknya diberitahukan kepada Tahhta Apostolik. Yang wajib memakai busana liturgi sesuai warna liturgi Dalam tulisan postingan yang beredar di jalur medsos ada satu kesimpulan yang menurut saya kurang pada tempatnya. Pernyataan itu seolah-olah mewajibkan umat untuk menyesuaikan pakaian mereka dengan warna liturgi yang ditentukan oleh Gereja. Sebagai pedoman, mari kita lihat siapa yang wajib mengenakan busana liturgi yang sesuai dengan warna liturgi itu. PUMR 335 menyebut demikian āGereja adalah Tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Dalam Perayaan Ekaristi tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan perayaan liturgis. Seyogyanya busana liturgis untuk imam, diakon, dan para pelayan awam diberkati.ā Saya sengaja menebalkan kalimat terakhir untuk memperlihatkan bahwa hanya āimam, diakon, dan para pelayan awam diberkatiā-lah yang diwajibkan memakai busana liturgi yang sesuai. Demikian juga para petugas liturgi lainnya, biasanya akan menyesuaikan dengan warna liturgi yang sesuai dengan perayaan. Tiga alasan abaikan postingan hoax tentang warna liturgi Sampai di sini, saya ingin mengajak umat sekalian untuk tidak menghiraukan alias mengabaikan imbauan tersebut karena tiga alasan A. Postingan tersebut bukan berasal dari otoritas resmi Gereja entah itu Komisi Liturgi Keuskupan atau otoritas Gereja lainnya. Biasanya suatu kebijakan atau aturan yang dikeluarkan secara resmi oleh Gereja akan menyertakan tandatangan atau setidaknya lembaga yang mengeluarkan peraturan. Dalam hal ini, sebagaimana telah saya paparkan sebelumnya, postingan yang beredar di medsos sama sekali tidak mencantumkan nama penulis yang jelas. Maka bisa dipastikan hal itu bukanlah dari lembaga resmi Gereja. B. Isi dari postingan tersebut menimbulkan keresahan dan terkesan memaksa. Tentu hal ini bukanlah sifat dari peraturan resmi yang biasanya diberikan oleh Gereja. Sejak Konsili Vatikan II, Gereja banyak mengadakan pembaruan liturgi, antara lain dalam hal bahasa. Sebelum Konsili Vatikan II, Gereja mewajibkan supaya perayaan liturgi, khususnya Ekaristi dilaksanakan dalam bahasa Latin. Namun kemudian terjadi perubahan besar dalam Gereja yang memungkinkan penggunaan bahasa setempat dalam perayaan liturgi. Tujuannya tidak lain adalah supaya buah-buah dari perayaan liturgi semakin besar dirasakan oleh umat. Sebab itu, melihat sifat dari kebijaksanaan Gereja yang selama ini kita alami, di mana Gereja ingin agar buah rohani dari liturgi itu semakin dirasakan umat, maka larangan memakai pakaian hitam saat Jumat Agungā itu sangat jauh dari sifat Gereja. C. Aturan warna busana liturgi hanya ditujukan untuk imam, diakon dan petugas liturgi. Umat tidak diwajibkan. Gereja mengharapkan agar kita memakai pakaian yang layak dan pantas saat mengikuti perayaan liturgi. Dan dalam hal ini, seorang teman dalam diskusi di grup Whatsapp mengenai postingan tersebut di atas berkelakar demikian āBoleh kenakan pakaian warna apa saja, asal jangan telanjang.ā Artinya, ketika pergi ke gereja, apa pun warna pakaiannya, pakailah pakaian yang rapi, sopan, dan pantas. Bandingkan ketika kita mau pergi menghadiri suatu pesta, kita sibuk memilih pakaian yang pantas, rapi dan sopan; apa pun warna pakaian itu. Bukankah kita semestinya juga demikian ketika hendak menghadiri perayaan liturgi? Jangan ragu untuk datang merayakan perayaan liturgi, hanya karena tidak mempunyai warna pakaian yang sesuai dengan warna liturgi. Lebih baik menyiapkan hati kita agar buah-buah dari perayaan liturgi semakin besar kita rasakan. Selamat memasuki Tri Hari Suci. Selamat menyongsong Paskah dengan penuh sukacita. Berkah Dalem.
diaw. ywy742p6ex.pages.dev/162ywy742p6ex.pages.dev/253ywy742p6ex.pages.dev/361ywy742p6ex.pages.dev/193ywy742p6ex.pages.dev/90ywy742p6ex.pages.dev/108ywy742p6ex.pages.dev/309ywy742p6ex.pages.dev/77ywy742p6ex.pages.dev/335
warna liturgi katolik dan maknanya